Jumat, 17 Juni 2016

JendraL "JAGAL" Besar SUHARTO






1998-2016 .... tahun ini menginjak 18th Suharto Lengser dr jabatannya ,,, dan juga 18th Rakyat Indonesia terbebas dari kediktaktoran 'jahat' sang jendraL besaR.
Seandainya tidak diLengserkan rakyat maka taun ini Suharto berkuasa geNap 50th ,, suharto meninggaL di taun 2007 di usia 86tahun ... dan dia mencapai umur di atas rata-rata usia harapan hidup orang Indonesia segenerasinya.

Sepuluh tahun terakhir hidupnya dia habiskan dengan sakit-sakitan di kompleks rumahnya di Jl. Cendana, Menteng. Hidup yang sepi karena dijauhi mantan anak buahnya dan hidup penuh penyakit.
Suharto Sehari-hari dia hanya ditemani oleh Suweden, pembantunya yang setia.

Suharto jelas menyaksikan anak-anak dan keluarga yang dilindunginya selama dia berkuasa berjatuhan.
BAHKAN anak kesayangannya masuk penjara karena tindak kriminal berat, yakni MEMBANTAI seorang hakim agung.
Namun, Soeharto sendiri berhasil mengelak dari semua upaya hukum atas dirinya hingga dia dijempuL maLaikat Maut.. Dia memang hendak dibidik atas penyelewengan-penyelewengan ekonomi yang dia lakukan. Tidak ada yang mau memperkarakan dia untuk urusan pembunuhan dan pembantaian yang dia lakukan berulangkali selama 32 tahun ia berkuasa.



Suharto adalah sebuah pribadi yang enigmatic.
Dia tidak banyak bicara. 
Dia menutup dirinya seolah-olah sebuah misteri. 
Dia jelas bukan pribadi yang flamboyan. 
Juga bukan orang yang bisa bersilat lidah dengan penuh emosi, kemudian tertawa lepas bersama lawannya berdebat.


Bagi Suharto di TAKUTI JAUH LEBIH BAIK DARI PADA DI CINTAI ...
Hanya ketakutan yang akan membangkitkan hormat dan rasa segan.
Saya tidak yakin dia membaca Machiavelli karena memang dia tdk bersekoLah & bukan kutu buku .
Tapi persis di sini letak soalnya, Soeharto adalah pengamal setia Machiavelli. Setia hingga ke bulu-bulunya, bahkan.


Kalau kita mengingat-ingat kekuasaan Soeharto.
Bukan dengan tujuan untuk meromantisasi tetapi untuk mendalami mengapa kita, sebagai bangsa, berhadapan dengan masalah-masalah besar yang sangat sulit penyelesaiannya.
Soeharto ada pada titik pusat banyak masalah itu....





Majalah POP adalah majalah hiburan yang pernah terbit di Jakarta. Pada edisi bulan Oktober 1974, majalah ini menurunkan satu artikel berjudul “Teka-teki Seputar Silsilah Suharto.” Di dalamnya dinyatakan bahwa Soeharto adalah anak haram dari Raden Rio Padmodipuro, keturunan Sultan Hamengku Buwono II.

Artikel itu membikin Soeharto murka. Majalah POP segera dibredel. Pemimpin redaksinya Rey Hanintyo, dijebloskan ke penjara. Kabarnya, Soeharto masih akan sangat marah jika masalah soal silsilahnya itu disinggung. Dia percaya bahwa dia memang ditakdirkan untuk menjadi penguasa. Dia menolak dihubungkan dengan darah aristokrasi lama yang kekuasaannya sedang memudar. Dia percaya dirinya di atas aristokrasi itu.



Suharto  lahir pada 8 Juni 1921, di desa Kemusuk, Godean, Yogyakarta. Gerakan nasionalis sudah ada sebelum dia lahir. 
Tahun 1908, gerakan Boedi Oetomo lahir di Yogyakarta. Empat tahun kemudian, muncul Sarekat Islam dan gerakan Muhammadiyah. Secara kebetulan, Partai Komunis Indonesia (PKI) lahir sebulan sebelum Soeharto nongoL di bumi.
Dan Soeharto baru berusia lima tahun ketika PKI melancarkan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda di Jawa dan di Sumatera Barat.



Ketika Soehato baru berusia 6th ,, Sukarno mendiRikan PNI,,, 
Usianya sembiLan tahun ketika Soekarno diadili di Bandung karena aktivitasnya sebagai nasionalis yang menentang BeLanda.
Soekarno mengucapkan pidato pembelaan yang berapi-api yang diberi judul Indonesia Menggugat. Ketika organisasi pemuda berkumpul mengucapkan Sumpah Pemuda, Soeharto baru berusia tujuh tahun.
Begitu juga ketika Sukarno di Buang dan di asingkan di Ende oLeh BeLanda  , Suharto baru akan Sunat....





Masa kecilnya dihabiskan di Godean,, Namun karena persoalan keluarga, dia dipindahkan oleh ayahnya ke Wuryantoro, Wonogiri. Di situlah dia bersekolah di Schakel School yang kemudian dilanjutkannya dengan Sekolah Rakyat di Yogyakarta.
Doi sempat masuk ke sekolah setingkat SMP yang dikelola Muhammadiyah namun tidak diselesaikannya.

Karena tidak bersekolah, dia bekerja. Hanya sebentar dia menjadi pegawai Bank Desa. Kemudian ada pekerjaan yang lebih menarik perhatiannya, yakni menjadi tentara.
Tanggal 1 Juni 1940, dia resmi menjalani pendidikan tentara kolonial Belanda, KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda) dan tamat dengan pangkat Kopral.
Dia sempat menjalani pendidikan lanjutan dan pangkatnya dinaikkan menjadi Sersan. Namun tentara Jepang keburu mendarat. Karir dan pengabdiannya pada tentara kolonial pun tamat.

Karir militernya justru moncer pada jaman Jepang. Soeharto berhasil masuk tentara PETA (Pembela Tanah Air). Karirnya beranjak dari komandan peleton dan kemudian komandan kompi (Chudancho). Kedudukan ini membawanya ke posisi elit militer di Republik yang baru merdeka. Saat perang kemerdekaan, Soeharto sudah menjadi komandan brigade.

Dia ditugaskan untuk memimpin berbagai operasi militer di luar Jawa. Namun, tidak ada operasi militer Soeharto yang lebih kontroversial ketimbang serangan umum 1 Maret untuk menduduki Yogyakarta yang dikuasai Belanda.
Dia mengklaim bahwa inisiatif serangan itu berasal dari dirinya. Tujuannya adalah menunjukkan pada dunia bahwa Republik masih ada. Di kemudian hari, dia bahkan memerintahkan agar serangan itu difilmkan.
Namun setelah Soeharto jatuh, klaim inisiatif tersebut dipertanyakan, karena Sultan Hamengku Buwono IX rupanya lebih berperan dalam serangan umum itu.

Soeharto memainkan peran sebagai komandan militer lebih seperti warlord ketimbang komandan militer profesional. Karena keuangan negara yang tipis, dia mendudukkan diri sebagai patron (bapak) untuk anak-anak buahnya. Dia mencarikan dana untuk keperluan anak buahnya – mulai dari seragam, makanan tambahan, biaya kesehatan, membeli peluru dan persenjataan ringan, bahkan bantuan ongkos kawin.

Dana-dana ini didapat lewat kongkalikong dengan pengusaha-pengusaha. Mereka mendapat perlindungan menjalankan bisnis illegalnya, terutama penyelundupan, dan sebagai imbalannya mereka ‘menyumbang’ dana ke komandan militer. Ini praktek umum dalam militer Indonesia saat itu. Dalam tingkat tertentu, ‘kebudayaan’ komandan sebagai patron tersebut masih lestari hingga kini.

Namun tak selamanya peran Soeharto sebagai patron mulus. Tahun 1959, dia dipecat sebagai Pangdam Diponegoro oleh Jenderal Nasution. Dia ketahuan meminta uang dari perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah. Dia hampir diadili di pengadilan militer namun kemudian diputuskan untuk mengirimnya ‘belajar’ ke SSKAD (kini Seskoad).





Soeharto selalu bernasib baik. Ketika menjadi Mayor Jendral, dia sudah menganggap karirnya mati. Dia, yang tidak termasuk orang-orangnya Nasution atau Ahmad Yani, dua pemimpin militer berpengaruh saat itu, tidak memiliki cantolan kuat ke atas.

Keberuntungan muncul saat Soeharto menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Ketika dia menjabat, terjadi kudeta gagal oleh kelompok perwira muda yang menamakan dirinya Gerakan 30 September (G30S). Yani dan enam jendral pimpinan AD terbunuh. Nasution berhasil meloloskan diri namun tidak punya kendali atas pasukan.

Selebihnya kita tahu dari sejarah. Soeharto mengambil alih situasi. Dengan cepat dia memberangus gerakan itu. Dia tahu persis siapa-siapa yang berada dalam gerakan itu. Sebagian besar adalah bekas anak buahnya di Kodam Diponegoro. Mereka bukan orang asing untuknya.

Dia hadir pada saat Letkol Untung, pemimpin gerakan ini, menikah. Dia datang pada saat Kol. Latief menyunatkan anaknya. (Dua orang ini pentoLan pencuLikan & pembunuh para jendraL )

Yang lebih spektakuler muncul beberapa hari kemudian. Entah ide dari siapa, Soeharto dengan genial memakai media untuk memberangus gerakan dan sekaligus menghantam lawan politik tentara, yakni PKI. Sudah hampir satu dekade, TNI dan PKI bentrok di banyak daerah memperebutkan tanah-tanah perkebunan yang dinasionalisasi. PKI mendukung aksi-aksi buruh dan petani; militer mengamankan modal yang dikuasainya karena nasionalisasi.

Pengangkatan mayat para jendral dipublikasikan secara maksimal lewat satu-satunya media milik Angkatan Darat. Dalam gambar yang bisa kita lihat sekarang, tampak wajah Soeharto yang santai dan dingin mengawasi jalannya pengangkatan mayat itu.
Pembingkaian bahwa kekejaman pembunuhan para jendral itu dilakukan oleh PKI dengan segera mengalir ke arus bawah. Pembantaian terjadi dimana-mana. Pembantaian itu banyak yang dilakukan oleh rakyat namun dengan dukungan TNI-AD. Di banyak tempat, pembantaian tidak terjadi hingga kedatangan pasukan RPKAD pimpinan Kol. Sarwo Edhie Wibowo, mertua presiden SBY.


Pembantaian ini memakan korban sekitar hampir satu juta jiwa. Puluhan juta lainnya dihukum dengan dihilangkan hak-haknya, distigmatisasi dalam kehidupan sosial politik, serta dipersulit aksesnya terhadap pelayanan kesejahteraan oleh negara. Semua kebijakan yang diterapkan kemudian – seperti Litsus (penelitian khusus) dan ‘bersih lingkungan’ – sesungguhnya ditujukan kepada oposisi terhadap kekuasaan Soeharto.





Ali sadikin ..... Gubernur DKI Jakarta yg legendaRis & juga tokoh petisi 50 bersama Nasution , jend. Hugeng dll (petisi 50 yaitu kumpulan 50 orang elit militer purnawirawan dan sipil yang rajin mengkritik Soeharto)
Pada suatu kesempatan di wawancara salah satu media cetak nasionaL .. Bang Ali, sapaan akrabnya, menunjukkan ‘kematian perdata’ yang dialami anggota Petisi 50.

Padahal mereka hanya 50 orang dan tidak mengorganisasi apapun. Mereka hanya menyampaikan kritik.


"Kamu Lihat Hoegeng ...?!!  sergah Bang Ali merujuk pada Jendral Hoegeng Iman Santoso, mantan Kapolri.
 “Hoegeng bahkan tidak punya uang untuk sekedar memperbaiki giginya karena digencet sama Harto!” katanya.


Memang semua akses ekonomi untuk anggota Petisi 50 ditutup. Itulah kematian perdata mereka.
Suharto bisa memelihara dendamnya sangat lama dan membalasnya dengan sangat mematikan.



*******

Apakah sesungguhnya kunci sukses dari Soeharto sehingga bisa berkuasa selama 32 tahun..?!!


Banyak orang akan menunjuk susunan kekuasaan ‘Tritunggal Mahakudus’ Orde Baru: Militer, Birokrasi, dan Golkar. Tidak sepenuhnya salah..

Namun yang tidak bisa dipungkiri adalah ketrampilan Soeharto melakukan ‘micro-management’ atas kekuasaannya.
Dia berhasil menjadikan dirinya sebagai pusat dari semua intrik kekuasaan. Sikap diamnya membuat langkahnya sulit ditebak. Sementara, dia sangat teliti mengawasi para sekondannya, terutama dalam hal: siapa melakukan apa.
Saya kira Soeharto tidak pernah melihat dirinya sebagai seorang presiden dalam pengertian pemerintahan modern. Dia memandang dirinya sebagai seorang raja.

Di kalangan militer Indonesia ada istilah KISS – Ke Istana Sendiri-sendiri. Artinya, setiap orang datang ke istana melaporkan saingannya. Soeharto biasanya menanggapinya dengan mengangguk-angguk, seolah mengiyakan namun sesungguhnya dia mengamati semua tindak-tanduk mereka.

Manajemen seperti ini seringkali dipakainya untuk menangani krisis. Soeharto mengadu Ali Moertopo dengan Soemitro pada Peristiwa Malari 1974. Pada awal 1990-an, Ketika Benny Moerdani dianggap tidak loyal, khususnya dalam soal suksesi, dia memasang Soedharmono sebagai saingannya.
Namun, toh dia gagal ketika memainkan kartu yang sama terhadap menantunya, Prabowo Subianto dan pengawal setianya Wiranto di tahun 1998. Ada pendapat bahwa taruhan tahun 1998 terlalu tinggi dan melibatkan orang-orang yang justru hendak dia lindungi, yakni keluarganya sendiri.



Piye Kabare Lé,, Penaj jamanku ta  ?!!!


demikianlah slogan dalam poster dan meme di media sosial yang sekarang ini dihembus-hembuskan oleh pendukung Soeharto. Seolah-olah di zaman kekuasaannya semua serba murah. Benarkah Indonesia lebih sejahtera di jaman Soeharto..?!!

Sebagai seorang yang berkuasa mutlak, Soeharto dengan pintar memberikan portofolio ekonomi kepada kaum teknokrat. Merekalah yang bekerjasama dengan lembaga-lembaga dan negara-negara asing untuk menjalankan kebijakan ekonomi Indonesia.

Sementara ekonomi dibuka untuk modal asing dan modal dalam negeri (yang sebagian besar diisi oleh kroni-kroninya), Soeharto menuruti saran lembaga seperti World Bank untuk melakukan investasi bidang kesejahteraaan.


Sesungguhnya  rejim otoriter atau totaliter dimanapun di seluruh dunia pertama-tama harus mencukupi kebutuhan rakyatnya. 
Penindasan tidak bisa berdiri sendiri.
 Mereka yang ditindas harus dicukupi kebutuhan pokoknya.
 Kombinasi antara penindasan dan pemenuhan kebutuhan pokok akan melahirkan massa-rakyat yang jinak.



Tentu selain pemenuhan kebutuhan pokok, Soeharto juga membentuk rejim yang luar biasa efektif untuk membunuh dan menciptakan efek atas pembunuhan itu. Soeharto sangat handal ‘menormalisasi’ pembunuhan. 

Seperti tampak dalam pembunuhan misterius (yang dikenal dengan istilah yang teramat sinis, ‘Petrus’). Hampir sepuluh ribu orang terbunuh, mayatnya dibuang di tempat umum sebagai ‘shock therapy.’ 
Kasus tanjungPriok , Lampung Selatan , kedung ombo.

Kaum komunis ‘normal’ dibunuh karena mereka berkhianat kepada negara (padahal tidak ada kaitan antara PKI sebagai partai dengan G30S) dan karena Komunis dianggap tidak percaya Tuhan. Normalisasi kekerasan itu tetap hidup dengan sentosa hingga sekarang.
Demikian pula invasi Indonesia ke Timor Leste yang berakibat musnahnya sepertiga penduduk negeri itu. Soeharto menormalkannya dengan merekayasa ‘integrasi Timor Timur’ seraya menggelapkan fakta-fakta korban invasi. 

Hingga kini invasi dan pendudukan itu mengundang kenangan pahit untuk orang Indonesia. Bukan karena kekejaman dan keganasan invasi tersebut (ini yang tidak pernah disesali sedikit pun karena dianggap ‘normal’), namun karena akhirnya rakyat Timor Leste memilih merdeka. Ketimbang merasa bersalah karena menginvasi negara tetangga yang kecil, kebanyakan orang Indonesia memilih mempercayai teori konspirasi bahwa Timor-Timur lepas karena tipudaya Australia yang didukung Amerika.

Hal yang sama terjadi dengan Papua. Tidak banyak orang ingat bahwa konsesi pertama yang diberikan Soeharto ketika dia menjadi presiden adalah kepada Freeport McMoran. Hingga kini, tetap terpelihara kesan publik Indonesia bahwa negara dikadali oleh Amerika. Hampir tidak ada orang yang menghubungkan Freeport dengan bangsa Papua sebagai pemilik lahan yang dikuras habis-habisan itu.




Kini Soeharto sudah beristirahat di mausoleumnya yang mewah yang dinamakan ‘Astana Giribangun’. Kompleks pemakaman yang dibikin mirip dengan makam raja-raja Jawa Mataram itu. Tentu sejuklah dia berada di dekapan cungkup makam pualamnya.



JendraL "JAGAL" Besar ....
Kami tidak akan peRnah Lupa ..!!!

Rabu, 15 Juni 2016

SUHARTO GADAIKAN BANGSA & NEGARA ke IMF





Dokumen LOI Indonesia-IMF

Di bawah ini saya copy-paste-kan, catatan LoI IMF-Indonesia, yang ditandatangani Soeharto 1998 lalu, yang telah membuat keadaan kita "terjajah" hingga kini.






ARSIP 

Akhirnya, Soeharto tunduk kepada kemauan IMF dan menandatangani Letter of Intent. Di butir-butir tersebut-lah Indonesia kehilangan kedaulatan ekonominya sejak 15 Januari 1998. Berikut adalah sebagian kecil dari butir-butir kesepakatan dengan IMF yang menunjukkan bahwa kedaulatan ekonomi dan moneter itu lepas dari tangan kita :



1. Pemerintah diharuskan membuat Undang-Undang Bank Indonesia yang otonom, dan akhirnya pemerintah memang membuat undang-undang yang dimaksud. Maka lahirlah Undang-undang no 23 tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.
Pertanyaannya adalah, seandainya Indonesia masih berdaulat, mengapa untuk membuat Undang-Undang yang begitu penting harus dipaksakan oleh pihak asing.. ?!!
Kalau Undang-Undangnya dipaksakan oleh pihak asing – yang diwakili oleh IMF waktu itu, terus untuk kepentingan siapa Undang-Undang ini dibuat ?
Dalam salah satu pasal Articles of Agreement of the IMF (Arcticle V section 1) memang diatur bahwa IMF hanya mau berhubungan dengan bank sentral dari negara anggota. Lahirnya Undang-Undang no 23 tersebut tentu sejalan dengan kemauan IMF.
Lantas hal ini menyisakan pertanyaan besar – siapa yang mengendalikan uang di negeri ini ?!

Dengan Undang-undang ini Bank Indonesia memang akhirnya mendapatkan otonominya yang penuh, tidak ada siapapun yang bisa mempengaruhinya (Pasal 4 ayat 2) termasuk Pemerintah Indonesia.
Tetapi ironisnya justru Bank Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh IMF karena harus tunduk pada Articles of Agreement of the IMF seperti yang diatur antara lain dalam beberapa contoh pasal-pasal berikut :



- Article V Section 1, menyatakan bahwa IMF hanya berhubungan dengan bank sentral (atau institusi sejenis, tetapi bukan pemerintah) dari negara anggota.

- Article IV Section 2, menyatakan bahwa sebagai anggota IMF Indonesia harus mengikuti aturan IMF dalam hal nilai tukar uangnya, termasuk didalamnya larangan menggunakan emas sebagai patokan nilai tukar.

- Article IV Section 3.a., menyatakan bahwa IMF memiliki hak untuk mengawasi kebijakan moneter yang ditempuh oleh anggota, termasuk mengawasi kepatuhan negara anggota terhadap aturan IMF.

- Article VIII Section 5, menyatakan bahwa sebagai anggota harus selalu melaporkan ke IMF untuk hal-hal yang menyangkut cadangan emas, produksi emas, expor impor emas, neraca perdagangan internasional dan hal-hal detil lainnya.



Pengaruh IMF terhadap kebijakan-kebijakan Bank Indonesia tersebut tentu memiliki dampak yang sangat luas terhadap Perbankan Indonesia karena seluruh perbankan di Indonesia dikendalikan oleh Bank Indonesia.
Dampak lebih jauh lagi karena perbankan juga menjadi tulang punggung perekonomian, maka perekonomian Indonesiapun tidak bisa lepas dari pengaruh kendali IMF. Butir-butir sesudah ini hanya menambah panjang daftar bukti yang menunjukkan lepasnya kedaulatan ekononomi itu dari pemimpin negeri ini.




2.  Pemerintah harus membuat perubahan Undang-Undang yang mencabut batasan kepemilikan asing pada bank-bank yang sudah go public. Inipun sudah dilaksanakan, maka ramai-ramailah pihak asing menguasai perbankan di Indonesia satu demi satu sampai sekarang.



3. Pemerintah harus menambah saham yang dilepas ke publik dari Badan Usaha Milik Negara, minimal hal ini harus dilakukan untuk perusahaan yang bergerak di telekomunikasi domestik maupun internasional.





Diawali kesepakatan dengan IMF inilah dalam waktu yang kurang dari lima tahun akhirnya kita benar-benar kehilangan perusahaan telekomunikasi kita yang sangat vital yaitu Indosat.
Hal-hal tersebut diatas, baru sebagian dari 50 butir kesepakatan pemerintah Indonesia dengan IMF.
Jadi jangan heran seteLah itu pada jaman megawati , beLiau juaL Indosat
Dan pada jaman SBY , beLiau juaL 34 BUMN lain..
Semua di karenakan adanya perjanjian antera SUHARTO dg IMF .







●●● Puluhan tahun berkuasa, Soeharto dan keluarga beserta kroni-kroni dan antek-anteknya menanam ribuan "bom waktu" di negeri ini. Bom-bom tersebut bisa meledak setiap saat. Kini baru muncul letusan-letusan kecil. Namun sepeninggal dia, baru akan terasakan guncangan-guncangan yang maha dahsyat.








Senin, 13 Juni 2016

CARA SUHARTO MENJARAH DUIT RAKYAT









Dengan aLibi ingin ikut berperan membangun dunia pendidikan Indonesia , maka SUHARTO mendirikan Yayasan Supersemar ...sebuah yayasan pLat Merah .
Tapi apa lacur, dana yang didapat juga dari dari bank pelat merah itu malah dibobol SUHARTO dan dialihkan ke kroni Cendana. Kini, yayasan itu diperintahkan untuk mengembalikan Rp 4,4 triliun yang diselewengkan Suharto itu.


Berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Soeharto membentuk Yayasan Supersemar tertanggal 16 Mei 1974. Soeharto yang kala itu sebagai Presiden RI duduk sebagai ketua dan posisi ketua ini bertahan sampai ia lengser pada 1998, bahkan berdasarkan akta notaris tertanggal 27 Desember 1999, Soeharto masih duduk sebagai ketua yayasan.

.

Dalam perjalanannya, Soeharto yg sbg presiden kaLa itu mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 1976 pada 23 April 1976 tentang Keputusan Menteri Keuangan Nomor 333/KMK.011/1978 tertanggal 30 Agustus 1978.
Dalam aturan ini, Soeharto memerintahkan 5 persen dari 50 persen laba bersih bank milik negara (BUMN) disetor ke Yayasan Supersemar. Di mana Ketua Yayasan Supersemar adalah dirinya sendiri.
.

Bermodal regulasi ini, kantong Yayasan Supersemar pun langsung membengkak. Sejak keluarnya PP 15/1976 itu hingga Soeharto lengser, Yayasan Supersemar mendapatkan dana USD 420 juta dan Rp 182 miliar.
Tapi siapa nyana, dana sebesar ini digunakan melenceng dari tujuan dibentuknya Yayasan Supersemar.
Berdasarkan Pasal 3 Ayat 2 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, yayasan bertugas membantu/membina para siswa/mahasiswa yang cukup cakap tetapi kesulitan tidak dapat melanjutkan pelajarannya karena kesulitan dalam pembiayaan. Tujuan kedua yaitu yayasan melakukan kegiatan lain untuk kepentingan pendidikan.




Tapi Apa lacur, dana yang terkumpulkan diselewengkan oLeh SUHARTo utk modaL anak-anak & Mantu_nya menjadi penyertaan modal di berbagai perusahaan dan sebagainya, yaitu :



1. Diberikan kepada PT Bank Duta (tommy) USD 125 juta pada 22 September 1990.
2. Tiga hari setelahnya, PT Bank Duta juga kembali diberi dana USD 19 juta.
3. Sehari setelah itu, PT Bank Duta kembali mendapat kucuran dana USD 275 juta.
4. Diberikan kepada Sempati Air sebesar Rp 13 miliar kurun 1989 hingga 1997.
5. Diberikan kepada PT Kiani Lestari (titik pRabowo) sebesar Rp 150 miliar pada 13 November 1995.
6. Diberikan kepada PT Kalhold Utama, Essam Timber dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri sebesar Rp 12 miliar pada 1982 hingga 1993. (Bambang punya)
7. Diberikan kepada kelompok usaha Kosgoro sebesar Rp 10 miliar pada 28 Desember 1993.





Atas penyelewengan dana ini, NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA kemudian menggugat Soeharto tahun 2000. Namun tidak mudah bagi negara untuk menjerat Soeharto. Butuh waktu bertahun-tahun mengembalikan uang rakyat tersebut.
Diawali dengan menang gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada 27 Maret 2008.
Dan AlhamduLiLLah gugatan ini dikuatkan ditingkat banding dan kasasi. Putusan ini lalu dikuatkan di tingkat peninjauan kembali (PK).

.

Atas kemenangan NEGARA & RAKYAT INDONESIA ini terhadap perampok dan garong Negara , PN Jaksel lalu mengundang Yayasan Supersemar untuk mau melaksanakan putusan itu waLau Suharto sdh mati TAPI yayasan & keLuarga di wajibkan menggantinya .






SUNGGUH ......
Puluhan tahun berkuasa, Soeharto dan keluarga beserta kroni-kroni dan antek-anteknya menanam ribuan "bom waktu" di negeri ini. Bom-bom tersebut bisa meledak setiap saat. Kini baru muncul letusan-letusan kecil. Namun sepeninggal dia, baru akan terasakan guncangan-guncangan yang maha dahsyat.












TRAGEDI TANJUNG PRIOK

● PEMBANTAIAN UMAT ISLAM OLEH SUHARTO.. !!!





Pemerintahan Soeharto banyak diwarnai peristiwa-peristiwa yang memakan korban jiwa, ribuan anak bangsa disembeLih untuk meLanggengkan kekuasaan sang jendraL Besar yg terutama mengarah terhadap umat Islam.
Ini tentu tidak lepas dari “pesan” dan intervensi asing tentang apa yang disebut “politik menekan Islam” dikarenakan balas jasa Soeharto kpd Asing yg teLah membantunya naik ke tampuk kekuasaan RI 1.



SeteLah periode 1965-1975 adaLah pembersihan "orang orang kiri" , soeharto masih kurang nyaman dg makin banyak nya geLiat gerakan isLam yg makin genjar oLeh mahasiswa dan keLompok keLompok isLam seperti NU & Muhammadiyah.
Maka pada tahun 1975 - 1990 adaLah masa keLam bagi umat isLam di tangan Rezim Otoriter Soeharto.... dimana umat isLam di kekang dan di intimidasi.
PerkumpuLan isLam banyak yg ditutup dan diLarang hingga terjadi pembajakan Garuda Indonesia di WoyLa oLeh orang yg menamakan "keLompok jihad isLam".


Kasus pembajakan Garuda Indonesia di woyLa bukan membuat Rezim Soeharto sadar TAPI malah membuat smakin membenci gerakan isLam ... hingga tahun 1980 pemerintahan REZIM SOEHARTO RESMI MELARANG PEMAKAIAN JILBAB DI KAMPUS KAMPUS  
dan ini di tentang banyak tokoh isLam . MuLai dari gerakan damai kampus yg di motori cak Nun (MH. Ainun Najib) hingga gerakan demo diLuar kampus .



Kasus Tanjung Priok ini menjadi hal yang menarik. Karena tidak ada pernyataan tentang cita-cita Negara Islam yang disampaikan dalam ceramah-ceramah di Tanjung Priok. Yang disampaikan oleh para mubaligh di sana hanyalah ceramah-ceramah tajam dengan satu dua kata menyentil kebijakan penguasa. 

Mereka mengecam kebijakan pemerintah yang dirasa menyudutkan umat Islam. Diantaranya adalah larangan memakai jilbab, serta masalah kesenjangan sosial antara pribumi dengan non-pribumi. 

Dalam buku "Tanjung Priok Berdarah: Tanggung Jawab Siapa? Kumpulan Data dan Fakta" (PSPI, 1998 : 26) dijelaskan bahwa proses terjadinya tragedi Priok pada hari Senin, 10 September 1984 ketika seorang petugas yang sedang menjalankan tugasnya di daerah Koja, dihadang dan kemudian dikeroyok oleh sekelompok pemuda yg habis puLang dari majLis pengajian umar Biki yg sdh muak dengan Rezim otoriter suharto yg smakin mengekang kebebasan umat isLam.

Petugas keamanan berhasil menyelamatkan diri, tetapi sepeda motornya dibakar oleh para pemuda yg puLang dari majLis. Aparat keamanan pun menangkap empat orang pelakunya untuk keperluan pengusutan dan penuntutan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. 
Untuk mengetahui nasib keempat orang yang ditahan, majLis umar biki & masyarakat sepakat bergerak ke kantor Kodim utk menanyakan keadaan 4 jamaah dan oRang kampung setempat tadi. Tetapi permintaan mereka ditolak oLeh kodim.



Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 12 September 1984. Pada saat itu, di Masjid Rawabadak berlangsung ceramah agama tanpa izin (karena jaman Soeharto tiap mau ceramah jumat atau apapun harus Lapor kodim duLu nama dan materi ceramah) habis shoLat subuh yg isinya antara Lain menanyakan yg terjadi dg 4 pemuda kampung yg juga jammah masjid Rawa Badak.
Penceramahnya antara lain Amir Biki, Syarifin Maloko, M. Nasir, tidak pernah diketahui keberadaannya setelah peristiwa malam itu. Kemudian, aparat keamanan menerima telepon dari Amir Biki yang berisi ancaman demo besar besaran apabila tdk ada kejeLasan 4 pemuda tadi dan ke-4 tahanan tidak dibebaskan. 

Setelah itu, sekitar 1500 orang jamaah masjud dan warga kampung tanjung pRiok menuju Polres dan Kodim. Hal ini senada dengan apa yang dijelaskan dalam buku Perjalanan Sang Jenderal Besar Soeharto 1921-2008 (Santosa, 2008:170) yang menjelaskan bahwa Amir Biki yang memimpin massa menuju Kodim untuk menuntut pembebasan mereka yang ditahan. 

Umar Biki berpesan agar selama perjalanan, massa jangan membuat anarkis. Tapi kegiatan ini tidak diikuti oleh para mubaligh lain karena mereka sudah diingatkan agar tidak keluar dari pusat pengajian tapi tetap ustad mubaLig lain ikut demo.

Sampai di depan Polres Jakarta Utara massa dihadang aparat bersenjata. Jarak antara massa dengan aparat sangat dekat, kira-kira lima meter. Tidak ada dialog antara Amir Biki dengan aparat. Lima belas orang petugas keamanan menghambat kerumunan atau gerakan massa tersebut. 

Regu keamanan berusaha membubarkan massa dengan secara persuasif, namun dijawab dengan teriakan-teriakan takbir yang membangkitkan emosi dan keberingasan massa. Massa terus maju mendesak satuan keamanan sambil mendirong aparat keamanan.

Tak berapa lama ada komando untuk mundur. Pasukan terlihat mundur kira-kira 10 meter. Lalu ada komando “tembak”. Dalam jarak yang sudah membahayakan, regu keamanan mulai memberikan tembakan peringatan dan tidak dihiraukan. Tembakan diarahkan ke tanah dan kaki penyerang, korban pun tidak dapat dihindari.

Aparat yang bersenjata itu menghujani tembakan terhadap ribuan massa dengan leluasa. Teriakan takbir dan minta tolong tidak dihiraukan.
Mereka yang berada di barisan depan bertumbangan bersimbah darah. Yang masih selamat melarikan diri. Ada juga yang tiarap, menghindari sasaran-sasaran peluru. Beberapa truk datang untuk mengangkut tubuh-tubuh korban dan menguburkan jadi satu Liang di tempat pembuangan sampah sekitar Tanjung Priok.

Kemudian ke esokan harinya mushoLa dan masjid di serbu aparat keamanan bersenjata Lengkap dan kembaLi terjadi pembantaian di mushoLa yg dipimpin umar biki .

SeteLah Tragedi Tanjung pRiok tsb umat isLam makin di awasi Rezim Soeharto ... hingga oada tahun 1985 yerjadi Bom Birobudur karena smakon frustasi nya umat isLam atas kekangan Rezim otoriter ... dan saLah satu terdakwa adaLah AM. Fatwa yg sekarang jadi anggota DPR .
Hingga puncak nya pada Muktamar NU yg mencoba menggagaLkan gusdur untuk jadi Ketua NU.

Tapi saking asyiknya soeharto mengebiri umat isLam , pada periode tsb kaLangan NasionaLis yg sdikit tdk diperhatikan dikarenakan seteLah wafat nya Bung karno dikira sudah mati puLa gerakan NasionaLis tapi ternyata pada saat bersamaan anak BK yaitu Megawati muncuL ke panggung poLitik dan ini teLat di antisipasi Rezim Irde baru hingga seteLah mencoba menekan kalangan NasionaLis sdh terLambat dan berakhir tumbang nya Rezim otoriter Orde Baru dan ......








AlhamduLiLLah terseLamatkan Lah umat isLam dan Rakyat Indonesia khususnya dari cengkRaman diktaktor bengis Soeharto dg oRde Baru _nya ....











SUHARTO KORUPTOR No. 1

SOEHARTO ,,,  DIKTAKTOR TERKORUP ABAD 20






Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan program pengentasan budaya korupsi yang disebut "Penemuan kembali aset yang hilang" di Markas PBB di New York. Dalam kesempatan tersebut dirilis juga 10 nama pemimpin dunia yang digolongkan sebagai pencuri aset negara.

"Saya bergembira dan mengucapkan selamat datang di UN dalam acara yang sangat penting ini. Peluncuran ini adalah langkah utama dalam rangka upaya mengatasi masalah korupsi dengan serius," kata Sekjen PBB Ban Ki-moon dalam pernyataannya yang dikutip situs Perserikatan Bangsa-Bangsa, Selasa (18/9/2007).

Dalam daftar yang dikeluarkan PBB, Soeharto masuk sebagai satu dari sepuluh pemimpin dunia yang dianggap telah mencuri kekayaan negara. Bekas penguasa orde baru ini diperkirakan telah mencuri kekayaan negara senilai Rp15-35 miliar dolar AS hingga membuat anak cucunya makmur tanpankerja hingga 7 turunan.

"Masalah korupsi dapat menghilangkkan demokrasi dan nilai-nilai hukum. Hal ini juga membawa pada kejahatan hak-hak manusia. Selain itu dapat mengikis kepercayaan publik kepada pemerintah. Hal ini bisa juga membunuh. Dengan contoh: ketika korupsi mengizinkan sesuatu kesalahan ditutupi dengan menerima suap atau sogokan untuk memudahkan aksi-aksi teroris dimanapun," jelas Ban.

Selain Soeharto terdapat juga sembilan pemimpin dunia lainnya, yang masuk dalam kategori yang sama. 

Mereka adalah :


1. SOEHARTO  (Indonesia) 
pada tahun 1965-1997, kerugian negara USD 15-35 miliar

2. Ferdinan Marcos (Filipina) pada tahun 1972-1986, kerugian USD 5-10 miliar

3. Mobutu Sese Seko (Zaire) pada 1965-1997, kerugian negara USD 5 miliar

4. Sani Abacha (Nigeria) pada 1993-1998, kerugian negara USD 2-5 miliar

5. Slobodan Milosevic (Serbia/Yugoslavia) 1989-2000, kerugian negara USD 1 miliar

6. Jean Claude Duvailer (Haiti) 1971-1986, kerugian negara USD 300-800 juta

7. Alberto Fujimori (Peru) 1990-2000, kerugian negara USD 600 juta

8. Pavio Lazarenko (Ukraina) 1996-1997, kerugian negara USD 114-200 juta

9. Arnold Aleman (Nikaragua) 1997-2002, kerugian negara USD 100 juta

10. Joseph Estrada (Filipina) 1998-2001, kerugian negara USD 70-80 juta 



=========================







WeW ..... Suharto BUKAN PAHLAWAM ,,,,
Suharto adaLah MaLing 
Puluhan tahun berkuasa, Soeharto dan keluarga beserta kroni-kroni dan antek-anteknya menanam ribuan "bom waktu" di negeri ini. Bom-bom tersebut bisa meledak setiap saat. Kini baru muncul letusan-letusan kecil. Namun sepeninggal dia, baru akan terasakan guncangan-guncangan yang maha dahsyat.




SUHARTO MEMBUNUH JENDRAL YANI





SOEHARTO DALANG PEMBUNUHAN PAHLAWAN REVOLUSI KHUSUSNYA JENDERAL ACHMAD YANI...







Sebagaimana umum diketahui pada akhir kepemimpinannya yang sudah muLai sakit keras Bung Karno menginginkan Menpangad Letjen Achmad Yani menjadi presiden kedua bila kesehatan Proklamator itu menurun, ternyata haL itu sudah diketahui isteri 
dan putra-putri JendraL Ahmad Yani.

"BAPAK sendiri sudah cerita kepada kami (isteri dan putra-putri Yani ) bahwa dia bakal menjadi presiden. 
Waktu itu Bapak berpesan, jangan dulu bilang 
sama orang lain", ujar putra-putri Achmad Yani : Rully Yani, Elina Yani,Yuni Yani dan Edi Yani - dalam acara diskusi "Jakarta - Forum Live, Peristiwa G-30S/PKI, Upaya Mencari Kebenaran" terungkap kesaksian baru, 
yaitu beberapa hari sebelum peristiwa kelam dalam sejarah republik ini meletus.

Bung Karno pernah meminta Menpangad Letjen Achmad Yani menggantikan dirinya menjadi presiden bila kesehatan proklamator itu menurun. 

Hal itu disampaikan oLeh Ahmad Yani secara pribadi pada keLuarganya dalam perjalanan menuju Istana 
Bogor tanggal 11 September 1965.

Putra-putri Achmad Yani kemudian menjelaskan, informasi baik itu sebenarnya sudah diketahui pihak keluarga 2 (dua) bulan sebelum meletusnya peristiwa berdarah G-30S/PKI. 

"Waktu itu ketika pulang dari rapat dengan Bung Karno beserta para petinggi negara, Bapak cerita sama ibu bahwa kelak bakal jadi presiden", kenang Yuni Yani, putri keenam Achmad Yani. 

"Setelah cerita sama ibu, esok harinya sepulang main golf, Bapak juga menceritakan itu kepada kami putra-putrinya. Sambil tertawa, kami bertanya, benar nih Pak. Jawab Bapak ketika itu, ya", ucapnya.

Menurut Yuni, berita baik itu juga mereka dengar dari 
ajudan Bapak yang mengatakan Bapak bakal jadi presiden. 
Makanya ajudan menyarankan supaya siap-siap pindah ke Istana. 

Sedangkan menurut Elina Yani (putri keempat), saat kakaknya Amelia Yani menyusun buku tentang Bapak, mereka menemui Letjen Sarwo Edhie Wibowo sebagai salah satu nara sumber.

"Waktu itu, pak Sarwo cerita bahwa Bapak dulu diminta Bung Karno menjadi presiden bila kesehatan Proklamator itu tidak juga membaik. Permintaan itu disampaikan Bung Karno dalam rapat petinggi negara. Di situ antara lain, ada Soebandrio, Chaerul 
Saleh dan AH Nasution", katanya.




"Bung Karno bilang, Yani kalau kesehatan saya belum membaik kamu yang jadi presiden", kata Sarwo Edhie seperti ditirukan Elina Yani.

Pada prinsipnya, tambah Yuni pihak keluarga senang mendengar berita Bapak bakal jadi presiden.
Namun ibunya (Alm.Nyonya Yayuk Ruliah A.Yani) usai makan malam membuat ramalan bahwa kalau Bapak tidak jadi presiden, bisa dibunuh.

"Ternyata ramalan ibu benar. Belum sempat menjadi presiden menggantikan Bung Karno, Bapak 
dibunuh secara kejam dengan disaksikan adik-adik kami. Untung dan Eddy.
"Kalau Bapakmu tidak jadi presiden, ya nangdi(kemana - red) bisa dibunuh", kata Nyonya Yani seperti ditirukan Yuni. 


Lalu siapa DaLang pembunuhnya ?!!!




Menurut Yuni, Ibu dulu mencurigai dalang pembunuhan ayahnya adalah petinggi militer yang membenci Achmad Yani. 
Dan yang dicurigai adalah SOEHARTO...
Mengapa Soeharto membenci A.Yani ? 





Yuni mengatakan, sewaktu Soeharto menjual pentil dan 
ban dengan aLasan utk kesejahteraan anak buahnya yang menangkap adalah Bapaknya (Ahmad yani₩.

"Bapak memang tidak suka militer berdagang.
Tindakan Bapak ini tentunya menyinggung perasaan Soeharto.

.
Selain itu, usiaAhmad Yani juga lebih muda, sedangkan jabatannya lebih tinggi dari Soeharto", katanya. 

Sedangkan Rully Yani (putri sulung) yakin pembunuh 
Bapaknya adalah prajurit yang disuruh oleh atasannya.
"Siapa orangnya, ini yang perlu dicari", katanya.
Mungkin juga, lanjutnya, orang-orang yang tidak suka 
terhadap sikap Bapak yang menentang upaya mempersenjatai buruh, nelayan dan petani. "Bapak dulu kan tidak suka rakyat dipersenjatai. Yang bisa 
dipersenjatai adalah militer saja", katanya. 

Menurut Rully Yani penjelasan bekas tahanan politik G-30S/PKI Abdul Latief bahwa Soeharto dalang G-30S/PKI sudah bisa menjadi dasar untuk melakukan penelitian oleh pihak yang berwajib. 
"Ini penting demi lurusnya sejarah. Dan kamipun merasa puas kalau sudah tahu dalang
pembunuhan ayah kami", katanya.

Dia berharap, kepada semua pelaku sejarah yang masih hidup bersaksilah supaya masalah itu bisa selesai dengan cepat dan tidak menjadi tanda tanya besar bagi generasi muda bangsa ini.



■■ DENDAM SUHARTO ... !!!









Kesaksian istri dan putra-putri A.Yani bahwa Bapaknyalah yang ditunjuk Bung Karno untuk jadi presiden kedua menggantikan dirinya, dibenarkan oleh bekas Assisten Bidang Operasi KOTI (Komando Operasi Tertinggi), Marsekal Madya (Purn) Sri Mulyono Herlambang dan ajudan A.Yani, Kolonel (Purn) Subardi.

Apa yang diucapkan putra-putri Jenderal A.Yani itu benar. 
Dikalangan petinggi Militer informasi tersebut sudah santer dibicarakan. Apalagi hubungan Bung 
Karno dan A.Yani sangat dekat, ujar Herlambang. 
Baik Herlambang maupun Subardi menyebutkan, walaupun tidak terdengar langsung pernyataan Bung Karno bahwa dia memilih A.Yani sebagai presiden kedua jika ia sakit, namun keduanya percaya 
akan berita itu.

"Hubungan Bung Karno dengan A.Yani akrab dan Yani memang terkenal cerdas, hingga wajar jika kemudian ditunjuk presiden",kata Herlambang. 
"Hubungan saya dengan A.Yani sangat dekat,hingga saya tahu betapa dekatnya hubungan Bung Karno 
dengan A.Yani", ujar MarsekaL Madya (purn) Herlambang.

Menyinggung tentang kecurigaan Yayuk Ruliah A.Yani (istri A.Yani), bahwa dalang pembunuh suaminya adalah Soeharto,Herlambang mengatakan bisa jadi seperti itu. 
Pasalnya 2 (dua) bulan sebelum peristiwa berdarah PKI, Bung Karno sudah menunjuk A.Yani sebagai pengganti presiden kaLau sewaktu -Waktu sakit beLiau parah dan mendadak meninggaL.

Tentu saja hal ini membuat iri orang yang berambisi jadi presiden. Waktu itu peran CIA memang dicurigai ada, apalagi AS tidak menyukai Bung Karno karena 
terlalu vokal. Sedangkan Yani merupakan orang dekat dan sangat LoyaL keoada Bung Karno. 

Ditambahkan Herlambang, hubungan A.Yani dengan Soeharto saat itu kurang harmonis. Soeharto 
memang benci pada A.Yani. Ini gara-gara Yani menangkap Soeharto dalam kasus penjualan pentil
dan ban. Selain itu Soeharto juga merasa iri karena usia Yani lebih muda, sementara jabatannya lebih tinggi.

Terlebih lagi disaat A.Yani menjabat Kasad, Bung Karno meningkatkan status kasad menjadi Panglima Angkatan Darat. 

"Dan waktu itu A.Yani bisa melakukan apa saja atas petunjuk Panglima Tertinggi Soekarno, tentu saja hal ini membuat Soeharto iri pada A.Yani. 

Dijelaskan juga, sebenarnya mantan presiden Orde Baru itu tidak hanya membenci A.Yani,tapi semua Jenderal Pahlawan Revolusi.....
- D.I.Panjaitan dibenci Soeharto gara-gara persoalan pengadaan barang dan juga berkaitan dengan penjualan pentil dan ban. 
- MT. Haryono berkaitan dengan hasil sekolah di SESKOAD. 
Disitu Soeharto ingin dijagokan tapi MT.Haryono tidak setuju. 
- JendraL Sutoyo, gara-gara ia sebagai 
oditur dipersiapkan untuk mengadili Soeharto dalam kasus penjualan pentil dan ban itu.

Secara tidak langsung istri A.Yani mencurigai Soeharto. 
Pada Waktu itu istri Yani mencontohkan, sebuah film Amerika yang ceritanya AD disuatu negara yang begitu 
dipercaya pemerintah, ternyata sebagai dalang kudeta terhadap pemerintahan itu.

Caranya dengan meminjam tangan orang lain dan akhirnya pimpinan AD itulah yang 
menjadi presiden. "Peristiwa G-30S/PKI
hampir sama dengan cerita film itu", kata nyonya Yani.

__Smoga manFaaT





















PERJUANGAN UMAT ISLAM PADA MASA SUHARTO


Musibah daLam Musibah



Rezim Diktaktor Orde Baru dibawah kepemimpinan JendraL 'bengis' Suharto meninggalkan bekas luka hingga kini bagi umat Islam.
Pada akhir 70-an menjelang awal 90-an rezim ini mulai menekan umat Islam demi panggung pemilu, maka selepas pemilu 1971, rezim orba mulai menampakkan wajah sebenarnya, termasuk pada umat Islam di Indonesia.

Berbagai tekanan mulai dilancarkan kepada umat Islam. Setelah menolak memberikan izin bagi para tokoh-tokoh Masyumi untuk berpolitik, rezim ini juga menekan kaum Nahdiyin di tanah air.
NU yang beroposisi pada rezim orde baru, serta kencang mengkritik Soeharto dan kabinetnya, ditekan keras.
Kebijakan-kebijakan orde baru terhadap umat Islam memang pantas dikritik, bahkan ditentang.
Mulai dari RUU Perkawinan yang mengesampingkan Syariat Islam, rencana rezim Orba untuk mengakomodir aliran kepercayaan sejajar dengan agama, persoalan P4 hingga upaya orde baru untuk membungkam politik umat Islam lewat mengasingkan para tokoh Masyumi dari politik, seperti terhadap M. Natsir, Moh Roem yang tak diizinkan menjadi ketua Parmusi, hingga peleburan partai-partai Islam menjadi satu partai yaitu Partai Persatuan Pembangungan (PPP) yg dikendaLikan paksa oLeh Suharto.



Umat Islam saat itu benar-benar digencet & dipinggirkan aspirasinya oLeh Suharto.
Tak mengherankan, karena Suharto saat itu memilih orang-orang terdekatnya dari kalangan bukan Islam, termasuk kejawen. Ali Moertopo dan Hoemardani yang berada dalam lingkaran kekuasaan Orde Baru memaksimalkan pengaruhnya melalui think-thank Centre for Strategic and International Studies (CSIS).


Upaya rezim Orde Baru yang mengkerdiLkan Lawan poLitiknya dengan menjadikan satu partai Islam dalam satu partai justru menjadi blunder ketika Partai Persatuan Pembangunan (PPP) malah mendulang suara di pemilu 1977.
Golkar yang sempat terancam kalah ketika itu, membuat Suharto Berang & memikirkan kembali kebijakan untuk menghadang peran umat Islam dalam politk kala itu.

Isu-isu jahat seperti ekstrim kanan, ‘Komando Jihad’ menjadi hembusan permainan intelejen yang dihembuskan untuk mendiskreditkan geraakan umat Islam.
Mantan Menteri Agama yang juga tokoh NU, KH Saifuddin Zuhri pun mengkritik isu-isu ‘Komando Jihad’ yang dihembuskan rezim Diktaktor Orde Baru,, yg akhirnya hanya ingin membantai umat isLam.





“Bagaimanapun, secara sepintas lalu, isyu ‘Komando Jihad’ bisa dikesankan untuk ditujukan kepada Ummat Islam, sekurang-kurangnya kepada golongan yang dikatagorikan ‘ekstrim.’ Kitapun tidak lebih tahu, siapa golongan ‘ekstrim’ tersebut. Apakah yang anti Orde Baru?
Yang anti Pancasila?
Yang anti UUD 45?
Yang anti Pembangunan?
Yang anti musyawarah?”
Begitu ucap Mentri Agama dari NU ini dg beraninya.





Aksi-aksi protes umat Islam baik terhadap kebijakan orde Baru semakin menghebat kala Suharto menentukan Pancasila sebagai asas tunggaL DAN PELARANGAN JILBAB di sekoLah juga Kantor kantor.
Polemik asas tunggal Pancasila semakin menghebat di masyarakat dan ormas-ormas Islam. Penolakan-penolakan terhadap Pancasila sebagai asas tunggal juga menggema di masjid-masjid. Gelombang penentangan umat Islam terhadap rezim orde baru memang tampak menguat.

Namun tak ada yang menyangka, Suharto dan rezim Orba akan melakukan suatu kekejian yang luar biasa terhadap umat Islam. Kekejian yang kelak kita akan mengenangnya sebagai "Tragedi Tanjung Priok".

Dalam kejadian Tragedi Tanjung Priok tidak selesai seteLah pembantaian pada waktu itu saja TAPI terus berLanjut dengan penangkapan & penyiksaan dari aparat Suharto kepada umat isLam dengan satu kata:
"Anti PancasiLa" yg di tafsir Suharto semau udeLnya sendiri.

Tanggal 12 September 1984 sebuah pengajian besar, yang memang sudah direncanakan jauh-jauh hari diadakan di Jalan Sindang, lorong 102.
Pengajian tersebut diisi oleh beberapa ustadz, yaitu, Syarifin Maloko, Salim Kadar, M Nasir (bukan M. Natsir tokoh Masyumi dan DDII), dan Ratono.






Acara pengajian yang dimulai pukul 20.00 itu kemudian berujung memanas. Masyarakat yang masih tak puas dengan sikap pemerintah ORBA soaL penyelesaian kejadian di muasjid As-Sa’adah.
Pukul 22.30, Amir Biki kemudian didaulat untuk berbicara di atas panggung.Di depan jama’ah yang berjumlah ribuan, Amir Biki mengajak jama’ah untuk menuntut pembebasan keempat orang yang ditangkap. Ia kemudian berkata :
“Kita tunggu sampai jam 23.00 WIB, apabila keempat orang ini tidak dibebaskan juga, maka kita semua ke Kodim !! Malam ini akan ada banjir darah. Karena saya tahu moncong senjata TNI telah diarahkan ke kepala saya!”
Perkataan Amir Biki berhenti sejenak, kemudian dilanjutkan dengan : “Apabila saya meninggal malam ini, saya minta kepada jamaah untuk mengusung jenazah saya keliling Jakarta!” Amir Biki juga mengingatkan, “Jangan mengecewakan saya, saya peringatkan bahwa yang membuat kegaduhan itu bukan umat isLam TAPI pemerintah Orde Baru yg terus menekan umat isLam,” serunya.

Massa pun bergerak menuju Kodim. Di jalan mereka bertakbir, sambil membawa bendera hijau bertuliskan kalimat Tauhid. Tidak ada aksi anarkis sepanjang jalan. Namun belum sampai Kodim, persis di depan gerja di samping Mapolres Jakarta Utara, massa terhenti. Mereka dihadang aparat tentara....

Saat rombongan yang berada di depan barisan berusaha menahan massa untuk berhenti, tiba-tiba terdengar bunyi tembakan.
Massa pun panik, berhamburan.
Tembakan kemudian terus menyusul, senapan menyalak menghujani massa, tanpa henti 10 hingga 15 menit.
Orang-orang bertumbangan, berteriak, Allaahu Akbar-Allaahu Akbar menggema. Husain Safe yang saat itu berada di barisan depan mengisahkan kejadian brutal tersebut ;





“Detik-detik berlalu begitu mencekam. Tak lama kemudian aparat-aparat yang menembak bergerak mundur agak jauh dari saya sambil terus menembak. Mereka mencoba melihat lebih jauh ke belakang, ke arah rombongan lain yang menuju kami. Ternyata itu adalah rombongan Amir Biki. Saya dengar ada yang berteriak bahwa itu adalah Amir Biki. Disusul lagi teriakan dari anggota pasukan lainnya, “Habisi saja!!”

Mayat-mayat bergelimpangan di antara orang-orang yang terkapar terluka, di jalan dan di selokan.
Tentara terus memburu massa dalam kegelapan akibat lampu dimatikan secara serentak.
Kelak diketahui, lampu-lampu itu padam akibat dimatikan langsung dari pusat oleh PLN.
Tentara memburu siapa saja. Orang yang lari ditembak hingga rubuh. Orang-orang yang tiarap dilindas truk tentara yang datang sekonyong-konyong.
Orang-orang yang bersembunyi di selokan mendengar jelas jeritan-jeritan orang terlindas dan suara tulang remuk.
Mereka terus menembaki bahkan dari atas truk. Setelah 10 hingga 15 menit, tembakan-tembakan kemudian berhenti.

Aparat itu memeriksa siapapun yang tergeletak. Mencari yang masih hidup.
Beberapa orang yang terluka namun masih hidup, berpura-pura mati. Termasuk Yusron Zaenuri.
Ia berpura-pura mati. Mayat-mayat kemudian ditumpuk dan dilempar ke atas truk. Yusron Zaenuri, dilempar ke truk bertumpuk-tumpuk dengan mayat. Dua mobil truk besar penuh dengan mayat.
Tak lama kemudian datang ambulans dan mobil pemadam kebakaran, membersihkan jalan dari genangan darah. Ratusan orang menjadi korban keganasan Suharto hari itu.

Umat Islam, beserta para tokoh masyarakat mengecam peristiwa tersebut. Para tokoh Islam seperti Syafrudin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap, Anwar Harjono, AM Fatwa hingga tokoh nasional seperti Hoegeng, Ali Sadikin, HR Dharsono menandatangani Lembar Putih 22 yang berisi keprihatinan tentang kebrutaLan dari pemerintah rezim Suharto, TAPI Bukan_nya di tanggapi .. tokoh tokoh tersebut maLah di cekaL tidak boLeh kemana mana karena dianggap membahayakan.




Peristiwa ini memang tak hanya musibah dalam musibah, tetapi juga musibah berlanjut musibah.

Kekejian aparat rezim Orde Baru tak hanya puas dengan membantai umat Islam di lokasi tetapi dilanjutkan dengan penyiksaan terhadap orang-orang yang terluka.
Selepas diobati seadanya di rumah sakit, mereka kemudian ditahan tanpa ada proses yang legal.
Penangkapan-penangkapan juga berlanjut selepas tragedi tersebut. Baik yang benar-benar ada di lokasi saat kejadian ataupun orang yang tak tahu menahu tentang peristiwa tersebut.
Mereka dipaksa untuk mengakui pernyataan palsu. Penyiksaan demi penyiksaan menjadi makanan sehari-hari para tahanan. Mereka diperlakukan lebih buruk daripada binatang.






Syaiful Hadi salah seorang yang ditahan menceritakan kisah pilu yang mereka alami.

“Dalam tubuh tanpa dibalut pakaian itu, kami disiksa di atas kerikil tajam. 
Kami dipaksa berguling-guling di atas kerikil itu, sementara tentara memukuli dengan tongkat dan menendangi dengan sepatu lars. 
Dari mulut mereka terlontar hinaan yang menyakitkan. “Dasar PKI , Anak gerombolan GPK” hardik mereka. 
Kami cuma mampu mengucap, “Allahu Akbar!” 
Namun setiap kami mengucap kalimat takbir itu, mereka selalu melontarkan ejekan yang amat menyakitkan hati. 
“Di sini tidak ada Tuhan,” bentak mereka. 
Astaghfirullah..!! Hati seperti berkeping-keping. 
Sementara tubuh saya dan teman-teman tak henti-hentinya mengeluarkan darah. Darah segar mengucur dari kepala sampai kaki.”


(Kutipan Buku Kesaksian Tragedi Tanjung Priok :
"Mereka Bilang Di Sini Tidak Ada Tuhan: Suara Korban Tragedi Priok. Jakarta: Gagas Media dan Kontras.)






Bagi umat Islam generasi saat ini setidaknya kita dapat memahami bagaimana perjuangan umat Islam di masa itu dalam membela kepentingan agamanya, menentang rezim brutal Orde Baru di bawah Soeharto.

“Piye kabare ?
Isih penak jamanku Tho?”

Dor..!!!
Door...!!
DoooRRR.. !!!